happy blogging:5*

Selasa, 20 November 2012

Biarkan Ku Bersama-Nya :)

Pertengkaran pagi ini yang terparah dalam seminggu ini. Pagi buta sudah terdengar suara ribut dari kedua orang tuaku karna ayah pulang pagi. Banyak perabotan rumah yang beterbangan. Aku hanya berani mengintip dari lubang kecil di kamar mungilku. Namaku adalah Mutia Rizki Setiawan. Aku adalah anak tunggal dari Bapak Setiawan Hartanto dan Bu Asti Dianita. Pagi ini aku hanya dapat merenung di sudut kamarku. Kemana saja ayah semalaman? Itu saja yang kupikirkan. Aku sudah bosan mendengar pertengkaran mereka berdua. Tiada hari tanpa pertengkaran. Sekarang ayah pulang pagi, kemarin ibu pergi menghabiskan uang di mall dengan temannya hingga puluhan juta, kemarin lusa ayah ketahuan sedang berdua dengan perempuan di kantornya, besok apa lagi?
Hari ini aku masuk sekolah, seperti biasanya aku di jemput teman sekelasku di SMA Bhakti Pertiwi. Hari ini ada ulangan Matematika, semalam aku sudah belajar tetapi saat ulangan aku nggak bisa konsentrasi. Semua temanku sudah selesai mengerjakan hanya aku yang belum selesai. Di depan sana guruku memanggil- manggilku terus untuk segera mengumpulkan kertas ujian.” Tia.... Tia ayo dikumpulkan, waktunya sudah habis!” kata Bu Enda. “Sebentar lagi Bu... “ kataku kesal, sebenarnya hatiku berkata “ Berisik tau nggak sii, ini juga mau selesai, lagian buat soal sulit banget, tadi malem nggak bisa konsentrasi lagi! Huhhhh .....” tapi ku hanya diam mengerjakan. Seperti biasa, saat istirahat aku selalu curhat dengan sahabatku, “ Aduuhh sulit banget tadi ulangnnya, Yan. Aku dapet berapa ya? Oh ya tadi pagi ayahku berantem lagi sama ibuku gara-gara ayahku pulang pagi. Aku bosen gitu terus, gak ada apa acara lain selain berantem tiap hari!” “Sabar ya Tia, kamu coba bilang sama ortumu, jangan bertengkar terus, tolong hargain kamu sebagai anak.”jawab Dian, sahabatnya.” Bener katamu, kalo gini terus aku bisa stres trus masuk RSJ.”” Bener ntar aku yang nganterin, hahaha...”sahutnya.” Ihhhhh sungguh teganya teganya teganya.”” Kaya lagunya Rhoma Irama aja, hehe.... “ ihhh kamu tu!” Iya deh bercanda.” Jawabnya. Sepulang sekolah Tia tidak langsung pulang, tetapi iya pergi ke mall bersama Dian.” Aku males pulang Yan. Paling gak ada orang di rumah.” katanya. “ Yaudah ayo refresing ke mall, tapi nanti malem belajar lho, besok ada TO.” Hiburnya. “ Oke bu guru, ehh ada cowok cakep tu.” seketika “mana?” “Itu ....” “Kayaknya aku kenal deh, itukan Prima, anak kelas sebelah, salah satu pemain futsal sekolah kita.” jelasnya “ Masa iya..... oh iya itu Prima, cakepnya....” “Hayoooo... suka ya.. Dia orangnya baik n rajin lho gak kayak temen-temennya, pinter lagi.” jelasnya. Mendengar hal itu Tia tersenyum dan pipinya memerah. Tak berapa lama kemudian, “ Siapa tu.. kayaknya aku kenal baju itu.” “Mana?” “Itu, lho itukan ibuku, kok sama om-om. Ayo Yan kita pulang aja, aku gak betah,” selanya. “ lhooo.. yaudah ayo,” jawabnya. Sesampainya di rumah yang ku fikirkan hanya ibu. Saat malam harinya ada pertengkaran lagi, kali ini karena ibu pergi ke mall bersama seorang laki-laki, mungkin yang tadi aku lihat. “ Ibu gak selingkuh ayah, tadi teman ibu,” kata ibu. “ Masa cuma temen, gak mungkin,” sela ayah. “Aku sudah coba sabar ngadepin ayah, kali gini aku minta cerai!” katanya. “Stop, ayah sama ibu tolong jangan bertengkar lagi, ini aku lagi belajar buat ulangan, lagian ngapain bawa cerai segala,” selanya yang saat itu langsung keluar dari kamarnya. “ Tia gak usah ikut campur masalah ibu sama ayah!” tegas ayahnya. “Tapikan Tia anak ibu sama ayah, Tia berhakkan?” belanya. “ Ini urusan ibu sama ayah aja!” “ Ayah jangan cerai ya...” Ayahnya hanya terdiam melihat ke arah ibu. Keesokan harinya terdengar suara perdebatan antara ayah dengan ibu, dan akhirnya terdengar kalimat “ Hari ini akan ayah urus surat cerai kita!” dari ayah. Tia hanya terdiam medengar hal tersebut dan langsung berangkat ke sekolah tanpa berpamitan kepada kedua orang tuanya yang sedang berdebat di ruang tamu. Sepulang sekolah iya menceritakan kejadian tadi pagi pada sahabatnya. Air mata pun membasahi pipinya. Saat malam hari, orang tua membahas tentang perceraian mereka. Tiba-tiba Tia keluar dari kamarnya dan berkata, “Ibu beneran mau cerai? Aku masih butuh ayah sama ibu, apalagi sebentar lagi aku mau ujian kenaikan kelas, aku nggak mau kalian cerai, tiga bulan lagi Tia ulang taun,masa ulang taun tanpa oang tua yang utuh sama hadiah.” “Tenanga aja, Tia belajar yang rajin aja buat ujian, kalo nilainya bagus Tia akan dapat kejutan kok,” jelas ayah Tia sambil tersenyum. Mendengar hal itu, hati Tia menjadi lega. Sebulan telah berlalu, sifat Tia yang pemalas beruba menjadi rajin. Ia selalu mengerjakan tugas dan semua nilai ujiannya bagus. Iya selalu ingat perkataan ayahnya tentang kejutan ulang tahunnya. Ia sering pergi ke perpustakaan untuk membaca buku, Prima juga sering membaca buku di perpustakaan. Oleh karena itu mereka sering bertemu. Tak jarang mereka saling menyapa dan tersenyum saat bertatapan. Mereka pun saling menyukai. Tak terasa hari ini ujian kenaikan kelas, Tia mengerjakannya dengan tenang tak seperti ujian kenaikan kelas sebelumnya yang selalu mencontek teman yang duduk di sekitarnya. Akhirnya ia dapat mengerjakannya dengan baik dan memperoleh nilai yang memuaskan. Tak terasa sudah dua bulan lebih dari perjanjian yang dibuat oleh ayahnya tentang kejutan ulang tahun. Rapot kenaikan kelas pun diambil oleh ayahnya dan benar nilainya memuaskan. Tia pun menagih kejutan dari ayahnya. Tetapi ayahnya hanya tersenyum kecil dan menjawab, “kan belum ulang tahun.” Tia hanya tersenyum. Hatinya pun senang, ia berfikir kejutan tersebut adalah surat pembatalan perceraian kedua orang tuanya. Di malam harinya, ia mendengarkan lagi suara pertengkaran kedua orang tuanya. Kali ini lebih serius. Mereka membicarakan tentang hak asuhku. Dalam hatiku, “ Mereka jadi bercerai, kukira mereka membatalkannya. Lebih burukya lagi mereka meributkan hak asuhku seakan mereka tidak mau merawat darah dagingnya sendiri.” Tia pun menangis di dalam kamarnya memikirkan rencana perceraian kedua orang tuanya. Keesokan harinya adalah waktu untuk pertandingan final futsal sekolahnya, Prima menjadi slah satu pemain dari tim sekolahnya. Tentu saja Tia menonton, tak lain untuk mendukung Prima. Ternyata yang keluar sebagai pemenangnya adalah sekolah Tia yaitu SMA Bhakti Pertiwi. Seluruh suporter dari SMA Bhakti Pertiwi yaitu siswa siswi SMA Bhakti Pertiwi mengadakan konvoi untuk merayakannya. Saat di jalan Tia memikirkan tentang perceraian kedua orang tuanya. Karena tidak konsentrasi ia mengebut dan menabrak. Ia langsung dilarikan ke Rumah Sakit Budi Mulya. Lukanya parah dan harus diopname. Setelah dua hari diketahui bahwa ia mengalami gagal otak dan tulang belakangnya retak. Selama dua belas hari ia mengalami koma. Dian hanya dapat menagis melihat sahabatnya terbaring koma di ranjang rumah sakit. Di hari ke tiga belas ia tersadar dari koma. Di hari itu Tia ulang tahun. Disampingnya ada Prima dan Dian yang setia merawatnya, namun orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan mereka tidak mengetahui bahwa dokter memperkirakan bahwa umur Tia maksimal tinggal dua hari lagi. Yang mereka tahu hanya pekerjaan mereka masing-masing. Saat Tia siuman, Dian dan Prima memberi selamat ulang tahun. Setelah hal itu Prima mengungkapkan perasaannya pada Tia sebelum semuanya terlambat. Tia hanya membalasnya dengan senyuman manja padanya karena kondisinya yang masih lemah. Setelah beberapa jam berlalu kondisinya pun membaik seperti tak diperkirakan dokter akan meninggal dengan cepat. Beberapa jam ini Tia menceritakan semua masalahnya kepada mereka berdua. Mereka bercanda riang gembira. Lalu Tia membuat dan menceritakan rencana yang akan mereka kerjakan bersama. Dian dan Prima langsung terdiam. Suasana pun menjadi sunyi, senyap, dan dingin. Tiba-tiba Tia berteriak karena kepalanya yang terasa sangat sakit. Para perawat dan dokter berbondong- bondong menuju tempat tidur Tia untuk memeriksanya. Setelah diberi suntikan antinyeri, para perawat dan dokter pun kembali ke tempat mereka. Setelah itu pun Tia tersadar bahwa waktunya tak lama lagi. Ia tak tahan menahan rasa sakit yang menyerangnya. Tak berapa lama kemudian kedua oang tua Tia datang membawakan hadiah ulang tahun, yaitu laptop dan handphone baru yang mahal. Namun bukan itu yang diharapkan Tia, Ia mengharapkan hadiahnya adalah surat pembatalan perceraian.Di sela-sela pembicaraan mereka, ibunya menanyakan pada Tia, “ Tia, seandainya ayah sama ibu bercerai, kamu mau ikut siapa?” “aku nggak mau ikut siapa-siapa, aku nggak mau ayah sama ibu bercerai,” jawab Tia polos. “ Tapi kamu harus memilih, ini sudah keputusan ayah sama ibu. Atau kamu sama ayah saja dulu , beberapa bulan ini ibu nggak bisa nemeni kamu karena ada meeting terus. Setelah itu, ibu janji nemenin Tia terus sampe sembuh. Sebentar lagi juga sembuh kan?” jelasnya. “ Nggak bisa, ayah juga lagi sibuk,” bantah ayah. “ Sibuk ngapain? Sibuk sama sekertaris ayah yang cantik itu?” balasnya. “ Ibu juga sibuk sama klient ibu yang ganteng itukan?” balasnya. “Maaf om dan tante kita sekarang ada dirumah sakit!” sela Dian. Tiba-tiba tia merasakan sakit kepala yang sangat hebat lagi tetapi lebi kuat dari sebelumnya. Tetapi dia tidak memberitahukannya. Tia hanya berkata, “ Dian makasih ya udah mau jadi sahabat terbaik buat aku di waktu susah atau senang, Prima makasih ya udah memperhatikan aku dan selalu menjaga aku, makasih buat hari –hari yang menyenangkan di sekolah. Tolong sampaikan untuk teman-teman sudah menjadi teman yang baik dan selalu menghiburku waktu sedih, buat ibu sama ayah makasih udah ngasi yang terbaik buat aku, kasih sayang yang tulus, makasih buat laptop sam Hp-nya. Meskipun bukan itu yang aku harapkan, yang aku harapkan itu surat pembatalan perceraian. Untuk semuanya aku minta maaf.” “ Tia kamu bilang apa, kenapa? Sebentar lagi kamu sembuh kok.”kata Prima. “Bener kata nak Prima, kamu mau kemana?” sahut Ibu Tia. Tia hanya tersenyum karena tubuhnya lemah kembali. “ Jadinya kamu ikut siapa?” tanya ibu. “ Aku nggak ikut siapa-siapa, aku ikut dengan-Nya aja bu,” jawabnya. Tia sambil menutup mata. Dan detak jantungnya pun berhenti. Dian dan Prima memanggil-manggil dokter dan perawat. Dokter dan perawat pun datang dan langsung memberi pertolongan. Namun hasilnya nihil. Mereka semua yang berada di sana pun menagis. Terutama kedua orang tuanya yang tak tahu apapun tentang yang dialami putri semata wayangnya. Lalu Dian menceritakan semuanya tentang masalahnya dan yang dideritanya setelah kecelakaan. Ibunya yang memaksakannya untuk mmemilih pun menangis histeris. Dian mengatakan kepada kedua orang tua Tia bahwa di ulang tahunnya ini ia ingin mendapat sebuah hadiah yaitu surat pembatan perceraian dari orang tuanya. Kedua orang tua Tia pun membicarakannya dan mejelaskan semuanya. Dan ternyata di antara mereka tak ada perselingkuhan yang ada yaitu kesalahpahaman. Mendengar hal itu ayahnya langsung pergi ke pengadilan untuk mencabut kasus perceraiannya. Tak berapa lama pun ayahnya ke rumah sakit membawa surat pembatalan perceraian. Dan berkata pada jasad Tia “ Tia selamat ulang tahun ya sayang, sekarang kamu udah besar, kemarin hasil ujianmu sangat bagus, ayah bangga. Oh ya ayah punya janji sama kamu tentang kejutan itu, yang kamu ma surat ini kan? Ini ayah bawakan. Maafin ayah tidak menepati janji ayah untuk membatalkan percerain, ini ayah tepati. Maafin ayah sama ibu sudah menelantarkan kamu sayang. Semoga kamu tenag, sayang. Selamat jalan.” Ibu Tia pun tak dapat berkata apa apa karena menagis histeris. Akhirnya kedua orang tuanya pun menyesal telah menelantarkan putrinya. Agar Tia tenang di sana mereka memutuskan untuk tidak bercerai dan hidup harmonis.

0 komentar:

Posting Komentar